Pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat Pemilu.

Ketika KPPS Tersandera

“Tidak bisa, Pak. Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan dari KPPS dan lainnya. Inginnya KPU Kota Banjarbaru langsung!” demikian penjelasan yang disampaikan oleh salah seorang anggota PPK ketika itu. Rabu, 17 April 2019. Saat waktu pemungutan suara di tingkat TPS sudah berakhir. Tegas pesannya, juga terasa ada kepanikan.

Waktu itu memang sudah melewati pukul 13.00 Wita. Seyogyanya penghitungan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah harus dimulai. Namun pada salah satu TPS tidak dapat dilakukan. Informasi awalnya, ada sejumlah pemilih yang protes. Lalu mereka menekan dan melarang Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan penghitungan suara. KPPS seolah ‘tersandera’.

Sudah lupa berapa orang pemilih persisnya, namun mungkin ada sekitar 20-an orang. Mereka ngotot dan tidak mau menerima penjelasan dari KPPS, PPS, pun PPK. Tuntutannya agar dihadirkan secara langsung KPU Kota Banjarbaru. Setelah menyelesaikan hal lain, yang sebenarnya juga belum selesai, ditambah lagi tidak ada anggota lain yang dapat bersedia mendatangi, akhirnya kuputuskan untuk datang langsung ke lokasi.

Ditemani oleh 1 orang rekan sekretariat dan 1 orang petugas pengamanan dari kepolisian, serta dalam kondisi hanya mengenakan baju kaos yang sudah penuh keringat plus hanya sempat memakai sendal jepit, kami mendatangi lokasi di mana TPS itu berada.

Sesampainya di TPS, terlihat suasana memang tidak sebagaimana harusnya. Tampak ketegangan dan tentu saja sebagaimana informasi awal, penghitungan suara belum dilakukan. Akhirnya aku mengambil tempat, duduk, dan memulai pembicaraan dengan diawali memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan permohonan maaf karena baru saja bisa datang, dan dalam keadaan yang dapat dikatakan berantakan.

Kemudian kucoba mendengarkan keluhan dan tuntutan yang disampaikan oleh para pemilih tersebut, sembari sesekali melontarkan pertanyaan untuk memperjelas duduk permasalahan. Tuntutan mereka jelas, agar memperoleh surat suara dan dapat memilih, atau memberikan suaranya.

Setelah mendengarkan keseluruhan, dapat kemudian disimpulkan bahwa mereka memang bukan pemilih setempat. Tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), juga tidak memiliki KTP-el dengan alamat setempat. Namun memaksa untuk dapat memilih hanya dengan menunjukkan KTP. Namun itu ditolak oleh Petugas KPPS. Dalam hal ini, KPPS telah bertindak dengan benar.

Peraturan memang memperkenankan bahwa pemilih yang tidak tercantum dalam DPT dapat tetap memilih, dengan menunjukkan KTP-el. Namun itu berlaku bagi alamat KTP-el setempat. Selain itu, juga dengan catatan sepanjang surat suara masih tersedia. Jika sudah benar memiliki KTP setempat namun surat suara sudah habis, maka dapat memilih di TPS terdekat lainnya.

Hanya saja, ketika jelang hari pemungutan suara pada Pemilu 2019 lalu, sebaran disinformasi dan bahkan hoaks begitu hebat. Salah satunya adalah siapa pun boleh memilih hanya dengan memperlihatkan KTP. Informasi itu tidak utuh. Rupanya banyak sekali yang termakan. Kejadian di atas hanyalah salah satunya.

Setelah melewati pembicaraan selama ± 2 jam, dengan berbagai macam dinamikanya, akhirnya permasalahan kunyatakan selesai. KPPS dapat segera memulai penghitungan suara. Pemilih tersebut tetap tidak dapat memilih karena kami semua harus berpegang pada aturan yang harus kami jalankan. Mereka akhirnya menerima. Entah dengan terpaksa atau tidak. Wallahua’lam.

Sebelum keluar dan meninggalkan lokasi, kudatangi dan kusapa satu-persatu teman-teman KPPS. Sembari meminta maaf atas hal yang baru saja terjadi, juga tetap mengobarkan semangat mereka. Pun untuk memberikan keyakinan, bahwa mereka tidak akan ditinggalkan sendirian dalam menghadapi permasalahan. Karena begitulah harusnya tugas pimpinan, melindungi jajaran sepanjang benar. Setidaknya, begitulah keyakinanku pribadi.

Hanya saja, kagetku ternyata tidak selesai. Begitu keluar dari TPS yang berlokasi pada sebuah gedung tersebut, ternyata di luar sudah banyak sekali petugas keamanan yang terdiri dari Polri dan TNI, dengan segala kesiapsiagaannya. Benar-benar kaget melihat itu. Setelah bincang-bincang sejenak dengan rekan-rekan keamanan, aku pun kembali ke kantor. Melanjutkan apa yang sebelumnya terpaksa ditunda.

___
Catatan di atas berdasarkan pengalaman pribadi, sebagai gambaran yang mudah-mudahan tidak terjadi lagi pada Pemilu 2024 mendatang. Perlu mitigasi bagi kawan-kawan penyelenggara saat ini. Salah satunya adalah potensi permasalahan yang muncul akibat sebaran disinformasi, hoaks, dll.

Salam. Bahagialah selalu...

Mhd Wahyu NZ © mwahyunz.id

Tinggalkan Komentar

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas