Saat menyampaikan informasi dugaan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu Kota Banjarbaru (Senin, 05/08).

Tidak Ingin, Tapi Harus Dilakukan!

Senin, 5 Agustus 2024 kemarin, lebih kurang pukul 14.20 Wita saya tiba di kantor Bawaslu Kota Banjarbaru. Tidak langsung masuk, melainkan santai sejenak di tangga depan. Baru setelah ±15 menit kemudian memasuki kantor yang menempati bangunan eks. rumah sakit Banjarbaru tersebut.

Tujuannya jelas, menyampaikan informasi dugaan adanya pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh salah seorang anggota KPU Kota Banjarbaru. Rasanya semua orang sudah tahu siapa yang dimaksudkan. Toh, dakwaan juga sudah disampaikan oleh penuntut umum di depan sidang perdana di Pengadilan Negeri Batulicin pada 31 Juli 2024 lalu.

Setelah beberapa waktu, saya diterima secara langsung dan dengan baik oleh Ketua Bawaslu Kota Banjarbaru, Nor Ikhsan dengan didampingi oleh dua orang staf Sekretariat Bawaslu Kota Banjarbaru. Tentu saja dengan didahului obrolan santai sebagai pengantar, kemudian kusampaikan tujuan kedatangan di sore hari tersebut.

Pertanyaannya, mengapa hal ini dilakukan?

Pertama, kedatangan dan penyampaian dugaan pelanggaran Pemilu tersebut dilakukan atas nama pribadi, yang sebagai individu, bagian dari masyarakat Kota Banjarbaru, dan tentu saja sebagai pemilih memiliki hak untuk dilayani oleh lembaga penyelenggara Pemilu yang baik dan profesional, baik dalam Pemilu mau pun dalam Pemilihan yang saat ini tahapannya tengah berjalan.

Setiap Pemilih di Kota Banjarbaru -dan di mana pun- harus memiliki keyakinan bahwa suara yang mereka berikan pada Pemilu dan Pemilihan tidak akan “masuk salon” dan menjalani make over terlebih dahulu. Apa dan bagaimana pun hasilnya, prinsip 1 orang 1 suara 1 nilai harus berjalan sebagaimana adanya. Penyelenggara Pemilu bukanlah penata rias atau pesulap.

Kedua, saat ini tengah berjalan tahapan Pemilihan Serentak Tahun 2024. Persoalan ini menjadi strategis bagi kawan-kawan penyelenggara Pemilu, khususnya KPU Kota Banjarbaru berikut seluruh jajarannya. Sesegera mungkin harus ada kepastian hukum, baik dari sisi pidana yang saat ini tengah berjalan, pun dari sisi pelanggaran etik yang belum berjalan. Sementara pelanggaran pidana pasti memiliki dimensi pelanggaran etik.

Ketiga, setelah mendalami seluruh informasi, saya meyakini sepenuhnya bahwa patut diduga telah terjadi pelanggaran Pemilu, dalam hal ini pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh RM yang telah menjadi terdakwa tersebut. Meski demikian, saya tidak melihat adanya tanda-tanda positif dari sementara pihak akan memproses secara etik yang bersangkutan, bahkan dibuat bingung dengan sikap Bawaslu Banjarbaru yang terkesan masih diam.

Pada sisi lain, saya memberikan apresiasi positif kepada KPU Kota Banjarbaru dan KPU Kalimantan Selatan yang telah menjalankan prosedur internal sebagaimana harusnya. Meski mungkin hal tersebut tidak terpublikasi dan diketahui oleh publik secara luas.

Namun, sebelum subuh menjelang, perlu pula disampaikan bahwa apa yang dilakukan ini bukanlah sesuatu yang dirasa menyenangkan untuk dilakukan. Sebenarnya tidak menginginkan hal ini. Keadaan dan berbagai pertimbangan objektif menghasilkan konklusi yang berbeda dengan keinginan. Pada akhirnya menjadi: Tidak ingin, tapi harus dilakukan!

Selain itu, ada satu kata dalam Bahasa Indonesia yang mungkin sudah diketahui semua orang, yang seyogyanya juga dipahami dan dimengerti maknanya, serta sebagai nomina seharusnya dimiliki oleh seseorang. Kata itu adalah: sikap.

Salam. Bahagialah selalu...

Mhd Wahyu NZ © mwahyunz.id

1 komentar pada “Tidak Ingin, Tapi Harus Dilakukan!”

Tinggalkan Komentar

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas