Setelah sebelumnya mencatat tentang salah satu hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah Pilkada di Kota Banjarbaru, yakni dalam bentuk ‘unjuk massa’ yang dilaksanakan oleh kubu Erna Lisa Halaby, kali ini juga masih tentang sesuatu yang pertama kali terjadi di Banjarbaru. Hal lain itu adalah spanduk.
Spanduk, baliho, atau berbagai bentuk media luar ruang lain dalam Pilkada atau pemilihan apa pun itu memang format sudah lumrah. Tidak ada yang istimewa. Sesuatu yang akan menjadi faktor pembeda adalah “konten” atau isi pesan yang ditampilkan melalui media-media tersebut.
Jika biasanya pesan yang ditampilkan itu fokus pada wajah dan nama, namun pada Pilkada Banjarbaru Tahun 2024 ini terjadi sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Yakni bertebarannya spanduk ucapan terima kasih kepada wali kota petahana, Aditya Mufti Ariffin.
Ucapan terima kasih yang disampaikan tersebut terlihat cukup beragam, dari tentang beasiswa, UMKM, hingga soal drainase. Khusus perbaikan drainase, mungkin ada tetangga kami yang tidak sependapat. Sebab ketika hujan deras dan lama, rumahnya kebanjiran. Padahal sebelum diperbaiki tidak pernah terjadi. Memang kasuistik, tapi terjadi.
Lupakan soal banjir, kembali ke spanduk. Spanduk-spanduk tersebut tampak terpasang di banyak lokasi. Tidak penting untuk tahu kapan dan siapa yang memasang. Pada intinya, tiba-tiba sudah terpasang. Walau sekali waktu saya pernah mendengar ada dua orang ibu-ibu yang sedang berbincang dan mengeluhkan suara berisik di tengah malam, dan keesokan paginya mereka melihat spanduk baru.
Apa yang terpikirkan ketika melihat spanduk-spanduk tersebut?
Pertama, tentu saja yang terpikirkan adalah bahwa pihak Aditya selaku petahana sedang melakukan kampanye. Namun kampanye di sini adalah sebagaimana pengertian secara umum dalam Bahasa Indonesia. Bukan pengertian kampanye menurut UU Pemilu maupun Pilkada.
Aditya alias Ovie sedang berusaha menunjukkan atau unjuk kinerja selama menjabat sebagai Wali Kota Banjarbaru. Tentu saja itu hal yang wajar dan biasa saja. Itulah keuntungan yang hanya dimiliki oleh petahana. Harus dioptimalkan.
Kedua, tentu juga tergelitik dengan persoalan konten. Meski kontennya ucapan terima kasih, namun setelah mencermati, sulit untuk percaya bahwa itu adalah sebuah inisiatif yang lahir dari masyarakat. Artinya memang dibuat oleh pihak petahana. Lebih mudah untuk mempercayai bahwa itu merupakan sebuah aksi yang terstruktur.
Ketiga, apa yang kemudian terpikirkan adalah kemungkinan adanya sebab lain, karena ini memang sebuah hal baru. Sesuatu yang baru menarik untuk didalami. Sebab lain itu bisa jadi menjadi sebuah pertanda akan sesuatu yang bisa jadi berupa pemikiran, perasaan, atau kondisi lainnya.
Terkait dengan hal itu, maka terdapat pertanyaan yang menarik untuk dipikirkan, yakni terdapat kondisi yang seperti apa, atau ada apa sehingga membuat pihak Aditya merasa perlu untuk melakukan hal tersebut? Apakah hal tersebut memiliki korelasi dengan kondisi tertentu yang dimiliki atau ada di pihak penantang?
Terlepas dari ketiga hal di atas, pada prinsipnya itu adalah hal yang wajar dilakukan. Namanya juga lagi usaha. Keputusan tetap ada di tangan Pemilih. Para bakal calon tidak sudah terlalu ikut memikir hal seperti spanduk ini. Lebih baik memikirkan hal lain yang lebih penting, semisal terkait isu tentang partai politik yang akan menarik dukungan yang telah diberikan kepada salah satu bakal calon.
Oh iya, sebelum diakhiri, hanya sekadar menyampaikan saran sederhana. Bahwa cara penulisan yang benar menurut kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia untuk spanduk di atas itu adalah: di sini. Awalan ‘di’ harus dipisah dengan kata ‘sini’ karena menunjukkan tempat. Sementara penulisan awalan ‘di’ pada kata diperbaiki itu sudah tepat dengan cara digabung.
nah ini, spanduk2 teraimakasih ada di sudut2 sana sini, seakan-akan semuanya harus diverbalkan. tapi yaitulah segala cara digunakan untuk ..