Belum terhapus dari ingatan apa yang terjadi jelang Pemilu 2024 lalu, kali ini Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammadun kembali menjadi sorotan. Bukan “berkampanye” sebagaimana sebelumnya, kali ini terkait dengan adab dan etika yang dikritik oleh seorang guru SMK asal Kota Banjarbaru, bernama Amalia Wahyuni.
Apa persisnya yang dikritik oleh guru tersebut? Silakan cari sendiri, sudah banyak beredar beritanya dari berbagai media lokal dan nasional. Tidak perlu untuk diulang lagi di sini. Kali ini hanya tertarik untuk melihat dari sisi lainnya.
Pasca viralnya video kritik terhadap Madun, begitu banyak dikenal sapaan Muhammadun, tiba-tiba saja muncul beberapa unggahan ucapan terima kasih kepada Madun di media sosial. Nah, ini yang menarik. Karena jika diamati, agak sulit diterima akal sehat bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang berjalan natural. Terus terang, aku sendiri tertawa begitu melihatnya dan langsung mengabaikan videonya.
Justru yang masuk akal adalah adanya desain dan langkah konter opini pasca viral video kritik. Ternyata asumsi konter opini tersebut mendapatkan konfirmasi dari beberapa orang guru SMA/SMK pada Sabtu malam lalu, ketika asyik berbincang dengan mereka. Tidak perlu detail ceritanya, karena terlalu lucu. Sementara ini bukan catatan komedi.
Kemudian semakin menarik ketika melintas video Jusuf Kalla yang mengkritik Mas Menteri Pendidikan. JK menyampaikan sejarah para menteri dan yang pernah mengurusi pendidikan di Indonesia, sejak Ki Hajar Dewantara, dst. Kesimpulannya, beda kelas jauh antara Nadiem dan para pendahulunya. Bahkan JK bilang Nadiem itu jarang masuk kantor.
Hanya saja, sampai saat ini belum melihat atau terlihat video ucapan terima kasih kepada Menteri Pendidikan dari berbagai komponen pendidikan yang ada di Indonesia. Bayangkan saja jika seumpama Kemendikbud perintahkan seluruh dinas pendidikan serta sekolah se-Indonesia membuat dan mengunggah video ucapan terima kasih kepada Mas Menteri. Wow, bakal ramai lini masa.
Tapi kemudian tidak perlu juga membandingkan sasaran kritik, yakni antara Madun dan Nadiem. Atau membandingkan pemberi kritik, antara seorang guru kontrak dan tokoh nasional. Bukan karena faktanya memang tidak apple to apple dalam banyak hal, yang pasti tidak substantif.
Meski bukan catatan komedi, namun catatan ini juga tidak seserius itu. Bahkan melalui catatan ini aku ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Madun. Bahkan jelas, ucapan dariku ini tidak berdasarkan ‘perintah’ dari mana pun, karena aku tidak memiliki atasan lain selain kaos atau kemeja.
Aku berterima kasih karena telah memiliki bahan untuk dicatat di akhir pekan ini, mumpung hari Ahad, dari pada bengong tanpa melakukan atau memikirkan apa pun.
Terima kasih karena telah membuatku sadar tentang hal lain, yakni ternyata membersihkan kamar yang kotor dan berantakan memang lebih repot dan melelahkan dari pada kamar yang selalu bersih dan rapi.
Walau untuk sementara, terpaksa ruanganku ini dibiarkan sedikit berantakan, masih ada yang dikerjakan. Melibatkan banyak alat dan bahan serta akan menimbulkan sampah.