Hanya pemimpin bodoh yang akan membiarkan dirinya dikelilingi oleh para penjilat. (Gbr. Web)

Penjilat dan Ciri Pemimpin Bodoh

Jika sedang memiliki waktu luang, cobalah buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan carilah arti kata ‘penjilat’. Mudah-mudahan sama, sebab saat membuka untuk membuat catatan ini, penjilat adalah nomina yang berarti orang yang suka berbuat sesuatu untuk mencari muka (mendapat pujian).

Kenapa pula akhir pekan begini malah menulis sesuatu yang tampak terlalu serius serta tidak menyenangkan macam ini?

Untuk itu, mungkin silakan salahkan beberapa kawan yang pernah bercerita padaku, yang kemudian kusimpulkan mereka semua telah menjadi korban para penjilat. Gara-gara mereka bercerita, lalu terekam dalam ingatan, dan ingatan itu muncul secara tiba-tiba tanpa konfirmasi seperti saat ini. Selain itu, bisa jadi selalu saja ada sisi-sisi lucu dari sesuatu yang tampaknya tidak menyenangkan.

Para penjilat itu, yang sedang mencari muka, ya bisa jadi muka atau wajahnya sedang hilang. Karena itulah ia susah dikenali oleh orang lain, terutama oleh seseorang yang pada salah satu faktor lebih dari dirinya sendiri. Misalnya posisi yang lebih tinggi, atau lainnya. Karena susah dikenali, sementara ia ingin sekali dikenali, sebab itulah ia mencari mukanya.

Selain itu, para penjilat yang perkerjaannya tentu saja menjilat, sebagaimana selalu kubilang, hobinya adalah sesuatu yang kotor, jorok. Bagaimana tidak jorok, bayangkan saja ia menjilat orang lain, misalnya pimpinan atau atasan, itu ‘kan sesuatu yang jorok. Maka bodohlah pemimpin yang mau dijilat. Sama-sama jorok.

Apalagi pada musim-musim seperti saat ini, yang tidak hanya musim mangga dan jeruk, tapi juga musim Pilkada. Ooo… ini para calon pemimpin baik gubernur, wali kota, atau bupati, semestinya berhati-hati. Bukan sesuatu yang aneh jika banyak orang yang berdatangan. Jangan heran pula jika di antaranya adalah para penjilat. Harus benar-benar selektif.

Sebab itulah pada suatu ketika, kepada salah seorang yang ingin mencalonkan diri menjadi bupati, aku pernah berkata, “Hati-hati dengan sekeliling Bapak. Harus ada orang yang berani berkata tidak dan berani mengatakan bahwa Bapak salah, jika memang salah. Sebagian besar dari mereka akan selalu setuju dan membenarkan Bapak. Itu menjerumuskan.”

Kembali kepada para penjilat. Sekarang para penjilat itu akan semakin terfasilitasi. Mereka dapat memperoleh bahan dari banyak sekali sumber, terutama melalui media atau jejaring sosial. Oh sodara, postingan kalian melalui Instagram, TikTok, Facebook, Story Telegram, status WA, dll. itu bisa sekali menjadi bahan bagi mereka. Kalau para penjilat itu berkreasi, dengan membumbui berbagai hal, bisa saja itu menjadi sesuatu yang sangat konyol sekaligus bodoh.

Misalnya terjadi begini, mendadak istri bupati marah ketika mendapat informasi/laporan salah seorang pegawai di pemkab tersebut menyukai postingan media sosial istri pejabat yang tidak disukainya. Pada akhirnya pegawai yang bersangkutan segera kena mutasi, semacam dibuang. Jika ada terjadi, benar-benar suatu hal konyol. Itu baru sedikit perumpamaan sebagai ilustrasi betapa mengawurnya kolaborasi antara penjilat dan pemimpin bodoh.

Penjilat itu, secara sadar atau tidak, perilakunya menunjukkan bahwa mereka pada dasarnya tidak memiliki kapabilitas dan orang-orang yang kurang mendapat perhatian, padahal sangat ingin diperhatikan. Percuma bicara moral, mereka tidak mengerti. Isi kepalanya hanya keuntungan pribadi, dalam berbagai bentuk.

Pada sisi lain, pemimpin atau calon pemimpin, yang membiarkan dirinya dikelilingi oleh para penjilat, atau selalu dan lebih mendengarkan apa yang disampaikan oleh mereka, kupikir adalah seorang pemimpin yang bodoh secara sah dan meyakinkan. Jika seorang penjilat memiliki jabatan, niscaya ia akan menginjak ke bawah. Semakin tanggung posisinya, semakin kencang jilatannya.

Hindari bergaul dengan penjilat, tidak mustahil suatu saat dirimu akan dimakannya pula. Sudahlah jorok, membahayakan pula. Sangat tidak berfaedah. Mumpung ini bulan Agustus, bulannya peringatan kemerdekaan. Kita tarik sedikit ke tataran personal, bahwa menjadi manusia merdeka itu jauh lebih baik. Menjadi penjilat adalah menjadi budak. Diperbudak oleh ambisi, keinginan, perhatian, dll.

Sebelum ditutup, baiknya disampaikan maksud sebenar catatan ini. Itu adalah: Jika memang para penjilat itu tak bisa disadarkan, ya biarkan saja. Cukup mengerti keadaannya, lalu kasihani mereka. Namun aku pun tak akan menyalahkan jika ada yang menghina mereka. Sebab itu tidak merendahkan, sekadar menyampaikan kenyataan bahwa para penjilat adalah orang yang hina.

Begitulah. Selamat menjalani hari Ahad.

Salam. Bahagialah selalu...

Mhd Wahyu NZ © mwahyunz.id

Tinggalkan Komentar

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas