Terima Kasih Eyang Eksan

Eksan Wasesa, SMAN 2 Kota Banjarbaru.
Pak Eksan Wasesa alias Eyang Kakung. (Foto: FB. Eyang Kakung)

“Baca tulisannya Cak Nun kemarin? Bagaimana?” begitu kerap kali ditanya oleh Pak Eksan Wasesa alias Eyang Kakung ketika bertemu di selasar sekolah, SMAN 2 Banjarbaru. Sebuah pertanyaan yang kemudian berlanjut menjadi diskusi singkat. Paling tidak, beliau berusaha mendengarkan pendapatku. Saat itu, beliau menjadi Pembina OSIS, sementara aku sebagai Ketua OSIS.

Sekali waktu, pernah pula aku sedang berselisih hebat dengan seorang guru. Pokok perkaranya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh OSIS. Tentu saja kemudian mengadu kepada beliau. Maka tenang saja, begitu intinya. Memang sampai akhirnya bisa tenang saja. Aku pun bisa jalan terus dengan apa yang kuyakini kebenarannya.

Pada suatu kurun, Pak Eksan menghidupkan seni teater di sekolah. Walau tidak ikut langsung kegiatan teater, tapi pernah mengikuti aktivitas kawan-kawan ke Batu Kambing. Beliau memang mumpuni dalam hal ini. Indikasinya adalah kadang siswa sulit mengetahui, apakah beliau memang sedang serius atau tidak terhadap suatu hal.

Sekali waktu, aku memergoki beliau sedang mengintip dari jendela sebuah kelas. Serius sekali memandang ke dalam kelas, dengan cara mengendap-endap. Rupanya para siswa dalam kelas itu sedang ulangan. Bisa diduga, bahwa beliau sedang mencari tahu, apakah ada siswa yang menyontek. Kalau ada, maka aku yakin sekali beliau akan masuk ke dalam kelas dengan kemampuan supranatural. Bisa tahu siswa mana yang tadi menyontek.

Pak Eksan Wasesa, yang kemudian menjadi tenar dengan nama Eyang Kakung, mengajar kami Geografi. Tidak hanya kumisnya yang khas, beliau memiliki suara hujan yang khas. Tidak pernah diketahui oleh banyak orang kecuali yang pernah diajar oleh beliau. “Telepok… telepok…,” begitu bunyinya. Bukan tik tik tik seperti lirik lagu anak-anak populer itu.

Pak Eksan juga sangat bisa memahami dan dekat dengan siswa. Pada sisi lain, sebagai seorang pendidik, beliau juga bisa menjadi sangat tegas. Bukti kecilnya adalah kapur tulis dan penghapus kain. Karena zaman kami SMA dulu, adalah hal yang sangat biasa ketika kapur atau penghapus itu melayang ke arah siswa untuk menegur. Untuk hal ini, kemampuan membidik Pak Eksan juga tinggi. Sangat presisi.

Pak Eksan menjadi guru di SMAN 2 Banjarbaru cukup lama, kemudian menjadi kepala sekolah pada beberapa SMA lain di Kota Banjarbaru. Pada akhirnya kembali ke SMAN 2 Banjarbaru, menjadi kepala sekolah. Bahkan ketika adikku menjadi guru honorer pada salah satu SMA, kepala sekolahnya saat itu adalah Pak Eksan.

Sebenarnya banyak sekali kisah tentang beliau, baik saat aku masih SMA maupun ketika sudah tidak lagi bersekolah di SMA. Kisah tercatat di atas hanyalah beberapa kisah kecil zaman sekolah dulu. Namun intinya, tak sekalipun kualami hal yang tidak menyenangkan. Begitulah sesungguhnya. Salah satu guru dan pendidik terbaik yang pernah ada. Setidaknya di Kota Banjarbaru.

Hari ini, Pak Eksan Wasesa, alias Eyang Kakung purnatugas, mengakhiri masa pengabdian beliau sebagai seorang ASN. Yakin, tidak hanya rekan sejawat yang merasa kehilangan. Siswa yang pernah bersama beliau juga turut merasakan haru. Meskipun tidak mengikuti secara langsung momen kebersamaan pada hari terakhir beliau sebagai tenaga pendidik.

Terima kasih banyak, Pak Eksan Wasesa. Terima kasih banyak Eyang Kakung. Terima kasih Eyang Eksan. Tak terhitung apa yang pernah kami dapatkan. Jasa yang tak terbalaskan. Teriring doa semoga kebaikan selalu bersama beliau, dan kasih sayang Allah senantiasa tercurah untuk beliau.

Melebihi itu semua, aku meyakini bahwa yang ada hanyalah mantan murid, tak ada mantan guru.

Salam,

Mhd Wahyu NZ © mwahyunz.id

Berikan Komentar

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas