Setidaknya Punya Rasa Takut

Baru saja turut merasa gembira membaca berita tentang beberapa prestasi diperoleh oleh Perpustakaan Daerah Kalimantan Selatan, dan mulai merasa senang karena tingkat penyebaran COVID-19 di Kota Banjarbaru mulai turun, tiba-tiba harus merasa kesal karena berita lain. Iya, kesal. Sekalipun kejadiannya bukan di Banjarbaru.

Berita pertama adalah turut tertangkapnya oknum PNS di RSUD Ulin Banjarmasin oleh Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Kalsel, dengan dugaan penerimaan gratifikasi dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan di RSUD Ulin. Tertangkap dalam sebuah OTT di salah satu rumah makan di Banjarmasin. Entahlah, sudah sempat menikmati makanannya atau belum.

Lahir dari Mama dan Abah yang orang kesehatan, selain itu tumbuh dalam keluarga yang sebagian orang kesehatan, mengetahui hal itu semakin bikin kesal. Mama juga dulu pernah mengurusi pengadaan saat bertugas di sebuah rumah sakit. Sampai-sampai beliau bertengkar dengan pimpinan karena tidak mau memenuhi permintaan yang tidak benar. Ujungnya Mama memang dimutasi.

Gara-gara Mama menangani hal seperti itu, membuat saya terpaksa bertanya kepada Mama setiap kali dikasih uang. Sebuah pertanyaan sederhana tapi prinsip, “Itu uang apa/dari mana?”. Entah apa perasaan Mama mendapat pertanyaan itu dari anaknya. Tapi setidaknya Mama selalu menegaskan bahwa uang itu halal, dari gaji beliau. Mama tidak pernah minta/dapat dari rekanan.

Berita berikutnya adalah tentang OTT yang dilakukan oleh KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Juga melibatkan oknum PNS (Plt. Kepala Dinas PUPRT), dan pihak swasta. Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Proyek terkaitnya adalah Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I.R. pada dua lokasi berbeda di Kab. HSU.

Pengadaan barang/jasa memang penuh godaan. Terlebih lagi jika melibatkan jumlah uang yang tidak sedikit. Sudah banyak contoh bagaimana para maling uang negara harus berakhir di penjara. Godaan itu pula yang membuat saya dulu memutuskan berhenti dari keterlibatan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa. Karena tidak mau banyak musuh, karena hobi menolak jadi maling, bahkan kadang menolak secara frontal, membentak. Pernah juga sambil usil, untuk bersenang-senang.

Menolak terlibat jadi maling dalam kegiatan-kegiatan pengadaan barang/jasa itu sebenarnya mudah. Modalnya hanya satu, yakni mau. Cuma agar ‘mau’nya itu dapat bertahan, memang diperlukan hal lain. Bagus jika didasari oleh kesadaran (moral, agama), atau setidaknya punya rasa takut. Takut ketahuan, takut kena OTT, takut dihukum, takut malu, dll.

Tapi ada pula rasa takut yang dapat menjadi penghambat. Yakni takut dimutasi, takut dinilai tidak loyal, takut kurang uang, dan sejenisnya. Maka perlu untuk sadar atas rasa takut yang tepat. Rasa takut yang tidak tepat ini diawali oleh tidak tuntasnya urusan dengan diri sendiri. Dipikir bahwa karier, uang, dan lain sejenis itu adalah dari orang lain. Sama sekali tidak, orang lain hanya perantara.

Selain itu juga mengalami sesat pikir. Seolah karier, jabatan, uang adalah segalanya yang menentukan kualitas individu. Maka dari itu begitu diburu. Tidak sadar bahwa jika saatnya tiba, ya akan diberikan. Bisa menulis begini juga karena sudah mengalami naik-turun dalam sejumlah hal terkait. Sebab itulah sekarang ini sudah jauh lebih tenang. Pada akhirnya hidup terindah adalah dalam ketenangan.

Khusus bagi mereka yang tahu dan paham bahwa jadi maling begitu itu salah, sudah tahu konsekuensinya jika ketahuan baik melalui OTT atau tidak, namun tetap juga melakukannya, maka ketahuilah, “Kalian bukan sedang sial. Kalian sedang menuai. Karenanya selamat menikmati hasil dari apa yang telah ditabur.”

Bingung juga jika harus sampaikan dalam satu kata, apakah syukurin atau rasain menjadi kata yang pas.

Salam,

Mhd Wahyu NZ

1 komentar pada “Setidaknya Punya Rasa Takut”

Berikan Komentar

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gulir ke Atas