Pada pertigaan jalan menuju Terminal Regional Km 6 Banjarmasin itulah sang bocah duduk termenung. Terdiam di median jalan setinggi 30cm sembari mendekap lutut yang dirapatkan ke dada. Tanpa jaket atau payung yang menutupi kepala, ia hening di bawah gerimis. Pukul 21.35, waktu di Banjarmasin.
Tepat saat lampu merah menyala, saat itu pulalah aku tepat berhenti di depannya. Lokasi yang sama dan gerimis yang sama. Sejurus matanya menatap dan diam, kemudian berkata…
Bang, boleh numpang? Saya mau pulang ke seberang RS Ulin.
Saya kaget sejenak, lalu memperhatikan kanan kiri, tidak ada orang lain, hanya ada sebuah mobil di depan aku. Jelas pertanyaan itu ditujukan untukku.
Ya sudah, naik. Kemana tadi?
Seberang RS Ulin.
Dari jam berapa di sini?
Dari siang Bang.
Sama siapa aja? Kawan-kawan banyak?
Ya, ada beberapa.
Ngapain?
Ngamen, Bang. Di terminal
Gerimis terus saja turun, dan kami pun terus saja berlalu dibawahnya.
Sehari bisa dapat berapa?
15-20 ribu, Bang.
Nggak dimarahin kamu, pulang jam segini?
Ya nggak lah, Bang. Orang rumah sudah tahu.
Orang rumah? Siapa saja ada dirumah?
Mama dan kakak. Abah sudah meninggal. Kakak ulun (aku), dua-duanya juga ngamen, tapi mereka ngamennya pakai gitar.
Bener nih, gak dimarahin?
Beneran, Bang. Bahkan ada yang lebih lama dan jauh ulun perginya. Pernah satu minggu pergi ngamen ke Banjarbaru.
Hah?!? Berapa orang ke Banjarbaru?
Berdua, sama kawan.
Seumuran?
Inggih, Bang.
Tidurnya di mana kalau sampai seminggu di Banjarbaru?
Di mana-mana aja, Bang. Kalau ada tempat yang bisa untuk tidur.
Orang rumah nggak marah kamu pergi ngamen ke Banjarbaru?
Marah sih, Bang. Soalnya nggak ngasih tau.
Terus, biasanya dimarahinya macam apa?
Cuma diomeli kakak.
Nggak sampai dipukul kan?
Oh ga, Bang. Cuma pakai mulut aja, ngomel. Ulun sering lho, Bang ngamen ke Banjarbaru. Biasanya lebih dari 1 hari nginap di Banjarbaru.
Oooo….
Perbincangan terus berlanjut sampai dengan tepat di seberang rumah sakit ulin di Banjarmasin yang pelayanannya pernah membuat aku ngamuk dan berniat membuat keributan itu. Namun, sebelum semua percakapan di atas…
Namamu siapa?
Arby, Bang.
Umur?
14 tahun, Bang.
Masih sekolah kan? Jadi ngamenya setelah pulang sekolah gitu kan?
Hehehe.. sudah berhenti, Bang.
Kapan?
waktu kelas enam SD.
Kenapa berhenti?
Berhenti aja, Bang. Di suruh guru.
Hah?!? Terus, ada niat melanjutkan sekolah gak?
Gak ada, Bang.
Lho… kenapa?
Gak tau.
Lebih enak ngamen ya? Bisa dapat duit?
Hehehe…. gak juga, Bang.
—
Saya terdiam cukup lama, bingung, yang gerimispun tak mampu meredam kebingungan itu.


Tinggalkan sebuah Komentar