Pada sebuah acara radio, RRI Pro 3 FM Banjarmasin, yang dipancarluaskan dari gelombang lupa sayanya berapa, yang menjangkau seluruh wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah, ±10 tahun lalu, diangkatlah sebuah topik tentang kondisi listrik di Kalimantan Selatan.
Kenapa saya bercerita soal acara radio dan listrik yang sudah belalu ±10 tahun lalu? Percayalah, karena ini menyangkut konsistensi kondisi listrik di daerah ini, Kalimantan Selatan, jadi 10 tahun lalu atau sekarang, tiada beda. Waktu itu, seorang penelpon yang kemudian menjadi salah seorang kepala daerah di Kalimantan Selatan, berbicara bla… bla… bla….
Apa yang beliau sampaikan adalah kritisi secara normatif kalau saya bilang sih. Setelah itu, seorang penelpon lainnya masuk, seorang lelaki dengan nama Zen. Menanggapi kondisi listrik di Kalimantan Selatan, khususnya pelayanan dari PLN, ia berkata dengan singkat dan dengan sedikit tertawa:
Saya tidak heran kalau listrik di Kalimantan Selatan ini byar-pet, hidup mati, hidup mati. Itu sudah biasa. Saya justru heran dan bingung kalau PLN dan pasokan listriknya bisa tertib. Karena itu tidak biasa. Makasiiih….
Klik… telpon ditutup. Saya yakin, sampai saat ini Zen masih memegang pendapatnya itu. Kenapa demikian? Karena ialah orangnya, Zen, sebuah nama yang saya gunakan saat berada di udara, melalui siaran radio. Sekitaran tahun² itu, saya aktif di RRI Pro-3 Banjarmasin. Sempat dipercaya sebagai Ketua Forum Mitra Pro-3 se-Propinsi Kalimantan Selatan, dan memiliki sebuah acara sendiri di sana, Beranda Malam namanya.
Ya.. pandangan itulah yang membuat saya bisa tenang dan maklum. Tapi, maklum untuk waktu bertahun-tahun tentu juga mengendapkan perasaan tertentu, mangkel juga akhirnya. Hehehe….
Kebetulan sekali, kemarin pagi, 25/05/2011, Dahlan Iskan yang juga Dirut PLN bicara di Metro TV soal gerakan sejuta sambungan baru. Bukan soal itu yang menarik perhatian saya, tapi target rerata pemadaman listrik per-rumah yang diharapkan berkurang untuk tiap tahunnya, menjadi 9 kali pemadaman!!! Tekankan bahwa itu adalah target rerata. Saya tidak ingat, beliau ada atau tidaknya menyatakan rerata untuk skala apa, namun dari konteks pembicaraan, itu adalah rerata nasional !
Jika nasional, maka tentu itu adalah dari Sabang sampai Merauke, di mana berjejer pulau-pulau di antaranya, yang laksana sambung-meyambung menjadi satu, karena itulah Indonesia.
*joged*
Apakah saya optimis dan bahagia mendengar itu? Tidak, saya netral saja, dan tak berharap banyak. Kenapa? Karena terlalu berharap untuk ini dapat membuat kecewa. Apakah saya lantas pesimis? Tidak juga, bodo amat mau dibilang pesimis atau tidak, tapi yang jelas analisisnya begini:
Karena itu adalah rerata secara nasional, maka seluruh angka jumlah pemadaman se-Indonesia itulah yang digabungkan. Lantas, berapa besar perbedaan angka itu tiap daerah? Apakah adil angka pemadaman yang sangat tinggi di suatu daerah digabung dengan angka pemadaman yang sangat rendah di daerah lain lantas dibuat reratanya? Tidak! Bagi saya itu sama sekali tidak adil! Karena pada kenyataannya, daerah yang tinggi tingkat pemadaman listriknya akan tetap tinggi.
*nangis*
Lantas bagaimana?
Saya berharap agar target tersebut di breakdown, jadikan perwilayah, target perwilayah inilah yang disampaikan kepada publik. Kenapa? Agar masyarakat di masing-masing wilayah, utamanya yang memiliki tingkat pemadaman tinggi, tidak terlalu berharap banyak.
Karenalah selain membuat hidup, harapan itu juga dapat membuat kecewa. Masyarakat yang kecewa, bisa melakukan macam-macam. Contoh saja, akibat pemadaman yang keterlaluan, pernah sebuah kantor PLN di Kalimantan Selatan di serang massa dengan membawa senjata tajam dan sejenisnya. Masyarakat sudah kecewa.
dan… ya, PLN sudah memberlakukan tarif lisrik pra-bayar model pulsa telpon pra-bayar itu, akhirnya pelanggan memang hanya akan membayar sejumlah pemakaian. Pada satu sisi ini memang benar.
Tapi, persoalan pemadaman bukanlah soal bayar berapa, karena tanpa sistem pra-bayaranpun, pelanggan tetap bayar berapa daya yang digunakannya.
Dahlan Iskan juga menyampaikan akan ada “perhitungan uangnya” kalau terjadi pemadaman. Lagi-lagi bagi saya ini bukan soal uang semata. Persoalan kesejahteraan itu bukanlah soal uang atau ganti rugi semata. Betapa banyak konsekuensi kalau listrik mati dan tak lancar. Misalnya, bagi saya adalah banyak lelahnya jika pemerintah daerah se-Kalimantan Selatan bicara soal peluang investasi, sementara listrik, yang menjadi unsur vital masih belum maksimal.
Karenanya, jika PLN melulu bicara soal uang, ganti rugi dan sejenisnya, sungguh-sungguhlah saya merasa terhina. Kekecewaan bertahun-tahun dijawab dengan uang? Itu adalah penghinaan besar. Saya tak tau, apakah para ahli di sana faham dengan apa yang dinamakan harga diri.
Masih panjang yang dapat disampaikan sebenarnya, kerugian pelaku usaha, soal tegangan listrik yang tidak stabil, kerusakan perabotan elektronik yang tidak mungkin diganti PLN, dan lain sebagainya. Masih sangat panjang daftarnya, karena itulah ini bukan soal uang semata, tapi hak yang pantas didapatkan oleh warga negara.
Karena itulah, demi Pancasila dan UUD 1945, demi keadilan sosial bagi SELURUH RAKYAT INDONESIA, serta atas nama cinta, saya berharap pada PLN agar tidak membuat kami kecewa. Sebab saya percaya, hanya ada 2 (dua) alasan seseorang itu tak lagi merasakan sakit, yakni bahwa ia kuat dan tahan, serta sakitnya sudah teramat hebat dan melampaui kemampuannya.
dan inilah… inilah sedikit sambungan saya atas artikel Byar-pet, sekedar hobi PLN yang saya tak bisa komen di sana itu Sayapun berharap, utamanya pada kawan² senasib di Kalimantan Selatan, janganlah menghujat dan mengatakan PLN bodoh, bungul, dan sejenisnya. Lebih baik doakan supaya bisa beres dan kita bisa menikmati listrik dengan lancar dan stabil.
Tapi, kalau masih padam dan naik turun juga? Tetap saja jangan mengumpat, datang saja beramai-ramai ke kantor PLN terdekat, silakan saja mau melakukan apa, tapi harus cerdas, jangan sampai jadi masalah. Kalau mau tau caranya? Jangan lupa ajak saya. hahaha…



Tinggalkan sebuah Komentar