Akibat ramainya pemberitaan perihal perpisahan anak-anak sekolah saat ini, jadilah beberapa waktu ini melihat kembali foto-foto sewaktu SMA. Salah satunya sudah dimuat di catatan ini. Salah satu lainnya adalah apa yang ada di atas catatan ini. Foto saat terakhir kali bertugas sebagai pengibar Bendera Merah Putih dalam upacara bendera di hari Senin.
Ya, terakhir kali. Karena setelah itu kelas kami, kelas 3 A1 tidak akan lagi mendapat giliran sebagai petugas pelaksana upacara. Penyebabnya adalah karena tidak lama kemudian kami sudah akan lulus dan tidak lagi menjadi pelajar di SMAN 2 Banjarbaru.
Setiap kali kelas kami menjadi petugas, aku memang selalu memilih menjadi petugas pengibar bendera bersama Adhy dan Ichin (Alm.). Sementara pemimpin upacara selalu ditugaskan kepada Bambang. Kawan-kawan lainnya juga mendapatkan bagian tugasnya sendiri-sendiri. Tentu saja yang terbanyak adalah menjadi kelompok paduan suara, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta.
Ada sebuah kejadian saat menjadi petugas pengibar bendera ini. Ketika itu yang bertugas membentangkan bendera setelah talinya dipasang adalah petugas yang berada di tengah. Sementara petugas yang ada di kanan dan kiri siap memegang tali. Itu semacam pakem saat upacara bendera di sekolah kami.

Namun dengan beberapa alasan, kemudian aku berhasil meyakinkan kawan-kawan untuk mengubah pakem tersebut. Entah apa saja argumentasinya kala itu, maklum sudah berlalu selama beberapa dekade. Intinya, saat mulai mengibarkan bendera, maka petugas yang berada di kanan yang akan membentangkan bendera.
Alhasil, itu kami lakukan. Entah apa yang ada dalam benak Pak Sipawarta alias Pak Sipo, Kepala Sekolah nan legendaris yang tentu saja menjadi Pembina Upacara ketika kami mengubah apa yang sudah berjalan bertahun-tahun. Saat mengibarkan bendera, tentu saja tidak memikirkan itu, melainkan agar bendera sampai di puncak secara tepat waktu.
Rupanya benar, beliau mengamati perubahan yang kami lakukan. Itu kemudian terucap saat memberikan amanat. “Amanat Pembina Upacara. Pasukan diistirahatkan”, demikian kata petugas pembawa acara. Bambang kemudian memberikan aba-aba, “Istirahat di tempat! Grak!”. Seluruh peserta mengambil sikap istirahat di tempat, siap mendengarkan amanat.
Sampai saat ini masih sedikit teringat apa yang beliau sampaikan. “Saya tidak tahu ada perubahan. Lain kali, kalau ada perubahan dalam upacara pengibaran bendera, harusnya disampaikan terlebih dahulu kepada sekolah!“, demikian lebih kurangnya ucap Pak Sipo.
Demi mendengar sepenggal amanat beliau, aku hanya bisa bereaksi dalam hati. “Waduh, kena”, mungkin begitu singkatnya. Tapi persoalan itu kusikapi dengan tenang saja sebagai yang punya ide. Karena Pak Sipo memang menegur, sebab ada kesalahan kami yang tidak menyampaikan perubahan.
Terlepas dari kami yang berani mengubah pakem pengibaran bendera itu, beliau tetap memuji bahwa kelas kami telah bertugas dengan sangat baik. Penilaian yang selalu beliau lakukan saban Senin, kepada setiap kelas yang bertugas. Sudah pasti senang dan bangga jika mendapatkan penilaian sangat baik dari beliau.
Selain itu, sepanjang bisa mengingat sejak masuk hingga lulus SMA, kelas yang mendokumentasikan pelaksanaan tugas sebagai petugas upacara hanyalah kelas kami. Ketika itu kubawa kamera yang sudah diisi film isi 36. Lalu minta tolong kepada Ade, kawan dari kelas 3 Sos untuk mengambil foto dokumentasi.
Malam ini, ketika sedang teringat ini, terlihat pula foto lama beberapa kawan sekelas yang saat ini sudah tidak ada 😢. Kawan, semoga Allah SWT senantiasa sayang kepada kalian. Suatu saat yang entah kapan, aku pasti akan menyusul kalian…


Tinggalkan sebuah Komentar